Translate

Pengertian Tanah Entisol, Tanah Vertisol, dan Tanah Alfisol


1.    Tanah Entisol
Tanah Entisol adalah tanah-tanah dengan regolit dalam atau bumi tidak dengan horison, kecuali mungkin lapis bajak. Beberapa Entisol, meskipun begitu mempunyai horison plaggen, agrik atau horizon E (albik); beberapa mempunyai batuan beku yang keras dekat permukaan Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison pedogenik yang nyata. Mereka dicirikan oleh kenampakan yang kurang muda dan tanpa horison genetik alamiah, atau juga mereka hanya mempunyai horison-horison permulaan.
Terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah, dengan vegetasi daerah sungai dan pantai, seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija.
Tanah entisol banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan sungai dan endapan rawa-rawa pantai, oleh sebab itu tanah ini sering disebut tanah alluvial. Umur tanah ini masih tergolong muda. Tanah entisol cenderung memiliki tekstur yang kasar dengan kadar organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan udara, untuk tanah entisol, kelembapan dan pH nya selalu berubah, hal ini karena tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan. Dan tanah yang memiliki kadar asam yang kurang baik untuk ditanami, karena memiliki kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah (Anonim,2012).
2.    Tanah Vertisol
Tanah Vertisol adalah tanah di mana ada kandungan tinggi dari tanah ekspansif dikenal sebagai montmorilonit yang terbentuk retakan dalam di musim kering atau tahunan. Tanah vertisol terbuat dari bahan yang dari dasar ke permukaan sering menimbulkan microrelief dikenal sebagai gilgai. Vertisols biasanya terbentuk dari batuan yang sangat dasar seperti basalt di iklim yang lembab musiman atau tidak menentu kekeringan dan banjir, atau untuk drainase terhambat. Tergantung pada bahan induk dan iklim, mereka dapat berkisar dari abu-abu atau merah untuk yang lebih dikenal dalam hitam (dikenal sebagai bumi hitam di Australia, dan tanah kapas hitam di Afrika Timur).
Vertisols yang ditemukan antara 50 ° N dan 45 ° S khatulistiwa. area utama di mana vertisols yang dominan adalah timur Australia (khususnya pedalaman Queensland dan New South Wales), Dataran Tinggi Deccan India, dan bagian selatan Sudan, Ethiopia, Kenya, dan Chad (yang Gezira), dan Sungai Parana rendah di Amerika Selatan . daerah-daerah lain dimana vertisols yang dominan termasuk Texas selatan dan Meksiko yang berdekatan, timur laut Nigeria, Thrace, dan bagian dari Cina timur. Vegetasi alami vertisols adalah padang rumput, savana, atau hutan berumput.
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit (Anonim,2012).
3.         Tanah Alfisol
Tanah Alfisol memiliki struktur tanah yang liat. Liat yang tertimbun di horizon bawah ini berasal dari horizon diatasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Dalam banyak pola Alfisol digambar adanya perubahan tekstur yang sangat jelas dalam jarak vertikal yang sangat pendek yang dikenal Taksonomi Tanah (Buchman dan Brady, 1982).
Pada tanah Alfisol memilki kandungan P dan K sangat tergantung denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi serta kandungan P dan K yang rendah. Biasanya pada tanah Alfisol terdapat konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces. Bentuk dan sifat pergerakan serta redistribusi fosfor telah menjadi bahan pada banyak penelitian dalam Alfisol dan tanah-tanah lainnya. Hal ini utamanya diakibatkan oleh peranan fosfor dalam hara tanaman. Translokasi fosfor dalam Albaqualfs dan menemukan adanya penimbunan P dari tanah-tanah sekitarnya yang tergolong Aquoll. Dengan meningkatnya perkembangan profil kalsium-P berkurang dalam profil yang terlapuk sementara Fe-P meningkat. Horison-horison dengan liat maksimum umumnya mengandung total P yang minimal yang menunjukkan bahwa liat tidak efektif dalam mengikat P (Askari 2010).

Daftar Pustaka :

Anonim,2012;http://geoyogi.files.wordpress.com/2012/10/nama-dan-jenis-tanah.pdf

Askari. 2010. http://wahyuaskari.wordpress.com/literatur/tanah-alfisol-2/.

Buckman, B. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta

Lopulisa. 2004., Tanah-Tanah Utama Dunia. Lephas. Makassar.

Pola Tanam

Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara kedua tanman atau lebih terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan.
Pola tanam dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hanya saja dalam pengelolaannya diperlukan pemahan kaedah teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil/pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah pendekatan yang bijak.
Selain pola tanam, ada juga istilah yang disebut pola hubungan tanaman. Yaitu hubungan yang dibentuk antar individu-individu tanaman pada lahan yang telah ditanami. Pola hubungan tanaman bertujuan untuk mengatur agar semua individu tanaman dapat memanfaatkan semua lingkungan tumbuhnya agar tumbuh optimal dan seragam, serta untuk pertimbangan teknis lainnya. Ada beberapa macam pola hubungan tanaman. Pertama, pola hubungan barisan (row spacing), pola hubungan ganda (double row spacing), pola hubungan sama sisi (square spacing), dan pola hubungan segitiga sama sisi (equidistance spacing).
Pola tanam adalah gambaran rencana tanam berbagai jenis tanaman yang akan dibudidayakan dalam suatu lahan beririgasi dalam satu tahun. Faktor yang mempengaruhi pola tanam :
a.       Iklim
Keadaan pada musim hujan dan musim kemarau akan berpengaruh pada persediaan air untuk tanaman dimana pada musim hujan maka persediaan air untuk tanaman berada dalam jumlah besar, sebaliknya pada musim kemarau persediaan air akan menurun.
b.      Topografi
Merupakan letak atau ketinggian lahan dari permukaan air laut, berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban udara dimana keduanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
c.       Debit/Ketersediaan Air Yang Tersedia
Debit air pada musim hujan akan lebih besar dibandingkan pada musim kemarau, sehingga haruslah diperhitungkan apakah debit saat itu mencukupi jika akan ditanam suatu jenis tanaman tertentu.
d.      Jenis Tanah
Yaitu tentang keadaan fisik, biologis dan kimia tanaman
e.       Sosial Ekonomi
Dalam usaha pertanian faktor ini merupakan faktor yang sulit untuk dirubah, sebab berhubungan dengan kebiasaan petani dalam menanam suatu jenis tanaman.
Berdasarkan pada tujuan pola tata tanam diatas ada beberapa faktor yang diperhatikan untuk merencanakan pola tata tanam, yaitu:
1.      Awal tanam
Wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Oleh karena itu dalam pola tata tanam awal tanam merupakan hal yang penting untuk direncanakan. Pada awal tanam, biasanya musim hujan belum turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari kekurangan air, maka urutan tata tanam pada waktu penyiapan lahan diatur sebaik-baiknya.
2.      Jenis tanaman
Setiap jenis tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berdeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, jenis tanaman yang diusahakan harus diatur agar kebutuhan air dapat  terpenuhi.
a.       Tanaman padi
Padi merupakan tanaman yang memerlukan banyak air selama pertumbuhannya. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 4 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija.
b.      Tanaman tebu
Selain tanaman padi, tanaman lain yang perlu diperhatikan dalam hal pengairan adalah tanaman tebu. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1,5 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija.
c.       Tanaman palawija
Yang termasuk dalam tanaman palawija antara lain: jagung, kedelai, tembakau, kapas, cabe, kacang dan lain-lain. Tumbuhan tersebut biasanya ditanam dalam musim kemarau dan tidak membutuhkan banyak air. Kebutuhan air untuk tanaman palawija adalah 0,2- 0,25 l/dtk/ha.
3.      Luas areal
Semakin luas areal persawahan yang diairi, maka kebutuhan air irigasi semakin banyak. Pengaturan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air tanaman. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang airnya terbatas. Luas tanam juga mempengaruhi besarnya intensitas tanam. Intensitas tanam adalah perbandingan antara luas tanam per tahun dengan luas lahan.
4.      Debit yang tersedia
Apabila debit yang tersedai cukup besar, maka hampir semua jenis tanaman dapat dipenuhi kebutuhannya sehingga pada umumnya pemberian air dapat dilakukan terus menerus. Penentuan jenis pola tata tanam disesuaikan dengan debit air yang tersedia pada setiap musim tanam. Jenis pola tanam suatu daerah irigasi dapat digolongkan menjadi :
a)      Padi – Padi
b)      Padi – Padi – Palawija
c)      Padi – Palawija – Palawija
2.1  Macam Jenis Pola Tanam
a.      Monokultur
Monokultur berasal dari kata mono dan culture. Mono berarti satu. Culture berarti pengelolaan / pengolahan. Jadi pola tanam monokultur merupakan suatu usaha pengolahan tanah pada suatu lahan pertanian dengan tujuan membudidayakan satu jenis tanaman dalam waktu satu tahun. Lebih ringkas, monokultur merupakan pola tanam denan membudidayakan hanya satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanian selama satu tahun. Misalnya pada suatu lahan hanya ditanami padi, dan penanaman tersebut dilakukan sampai tiga musim tanam (satu tahun).
Pemilihan pola tanam monokultur sangat dipengaruhi oleh tujuan suatu usaha tani dan juga keberadaan akan faktor-faktor pertumbuhan khususnya air. Untuk suatu usaha tani dengan tujuan komersial, terdapat kecenderungan untuk memilih pola tanam monokultur. Pada usaha tani komersial, keuntungan secara ekonomi merupakan tujuan akhir yang akan dicapai. Pada monokultur bisa mengintensifkan  tanaman yang paling memiliki nilai ekonomis sehingga hasil produksi pertanian bernilai ekonomi tinggi akan tinggi pula. Selain itu, pada penanaman monokultur akan lebih mudah dan murah dalam perawatan karena hanya ada satu tanaman. Kemudahan dan kemurahan ini akan semakin mengefektif dan mengefisienkan proses produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan suatu usaha tani.
Pada suatu lahan dengan irigasi teknis yang memadai, hampir bisa dipastikan kalau pola tanam yang digunakan adalah monokultur tanaman padi. Hingga saat ini, padi merupakan makanan pokok bagi lebih dari tiga perempat penduduk di Indonesia. Padi merupakan salah satu komoditas yang harganya tidak terlalu fluktuatif seperti komoditas yang lainnya. Menanam padi secara monokultur pada lahan dengan irigasi yang memadai seperti menjadi penjamin kehidupan petani karena harga padi yang akan selalu memadai. Selain itu, padi merupakan salah satu tanaman yang tahan terhadap genangan sehingga menjadi primadona pada lahan sawah yang irigasinya baik (air tersedian sepanjang tahun).
Pola monokultur merupakan suatu pola tanam yang bertentangan dengan aspek ekologis. Penanaman suatu komoditas seragam dalam suatu lahan dalam jangka waktu yang lama telah membuat lingkungan pertanian yang tidak mantap. Ketidak mantapan ekosistem pada pertanaman monokultur dapat dilihat dari masukan-masukan yang harus diberikan agar pertanian dapat terus berlangsung. Masukan-masukan yang dimaksud adalah pupuk ataupun obat-obatan kimia untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Ketidakmantapan ekosistem juga dapat dilihat dari meledaknya poulasi suatu jenis hama yang sulit dikendalikan karena musuh alami untuk setiap jenis hama yang menyerang terbatas jumlahnya.
Pada intinya, kelebihan usaha tani dengan pola monokultur adalah dapat mengintensifkan suatu komoditas pertanian serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya diharapkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kelemahan dari pola monokultur ini adalah perlunya mendapatkan input yang banyak agar didapatkan hasil yang banyak. Selain itu, pola monokultur menyebabkan meledaknya populasi hama yang membuat berkurangnya hasil pertanian. Kerugian lain adalah tidak adanya nilai tambah komoditas lain karena tidak adanya komoditas lain yang ditanam bersama dengan komoditas utama.
b.      Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan culture berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu tahun. Dalam satu waktu contohnya adalah penanaman jagung bersamaan dengan kacang tanah dalam satu lahan dalam satu waktu tanam. Dalam beberapa waktu misalnya penanaman padi pada musim pertama kemudian dilanjutkan penanaman jagung pada musim kedua. 
Pemilihan pola polikultur dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan juga sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha tani. Aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah ketersiediaan air. Umumnya, pada daerah pertanian yang curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan irigasi teknis tidak tersedia, pola yang digunakan adalah pola polikultur. kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman sangat beragam. Curah hujan yang tidak merata mungkin tidak akan mencukupi kebutuhan air untuk tanaman yang membutuhkan banyak air seperti padi. Untuk meminimalisir gagal panen, maka pada musim di mana hujan sangat minim, lahan ditanami dengan tanaman yang hanya membutuhkan sedikit air, seperti jagung atau kacang hijau. 
Dari sisi sosial ekonomi masyarakat, polikultur umunya merupakan pola tanam yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tujuan usaha taninya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Pada sistem sosial yang demikian, terdapat kecenderugan bahwa yang paling penting adalah tetap memperoleh hasil panen daripada mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Menanam lebih dari satu jenis tanaman menjadi semacam penjamin untuk tetap mendapatkan hasil panen. Ketika salah satu komoditas tidak bisa dipanen, maka masih ada komoditas yang lain yang bisa dipanen. 
Efisiensi penggunaan lahan juga digunakan sebagai alasan untuk bertanam secara polikultur. Pada komoditas tanaman yang jarak tanamnya renggang, masih ada ruang-ruang kosong diantara baris pertanaman yang belum termanfaatkan. Polikultur merupakan usaha untuk memanfaatkan tanah-tanah kosong tersebut. 
Selain efisiensi penggunaan lahan dan diperolehnya hasil panen yang beragam, pola tanam polikultur juga memiliki beberapa keuntungan. Yang pertama, polikultur merupakan usaha untuk mengurangi ledakan populasi organism pengganggu tanaman. Tanaman yang beragam dalam satu lahan membuat hama dan penyakit tidak focus menyerang pada satu komoditas, akibatnya, organism pengganggu akan mudah dikendalikan dan tidak mengalami ledakan. Selain itu, seringkali, suatu tanaman dapat mengusir keberadaan hama untuk tanaman lain, misalnya adalah bawang daun yang dapat mengusir hama aphid dan ulat pada tanaman kubis. 
Selanjutnya, polikultur seringkali mampu menambah kesuburan tanah secara alami sehingga meningkatkan hasil komoditas utamanya. Misalnya, penanaman kacang-kacangaan di sela-sela penanaman jagung dapat meningkatkan kandungan N dalam tanah karena kacang-kacangan mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Dengan demikian, hasil tanaman jagung dapat meningkat. 
Selain terdapat beberapa keuntungan, pola tanam polikultur juga memiliki beberapa kelemahan. Dengan semakin banyaknya populasi tanaman dalam satu lahan, maka persaingan tanaman utnuk mendapatkan hara dan faktor pertumbuhan lainnya juga akan semakin tinggi. Kompetisi yang tinggi tidak jarang juga dapat mengurangi hasil tanaman. Semakin banyak tanaman menyebabkan semakin banyak Janis hama yang menyerang . Dengan demikian, pengendalian hama akan menjadi semakin sulit, walaupun tidak sampai menyebabkan ledakan populasi hama. Keanekaragaman tanaman juga akan mengurangi efisiensi dalam melakukan perawatan sehingga diperlukan lebih banyak tenaga kerja. Pola tanam Polikultur terbagi menjadi :
a.       Tumpang sari (Intercropping)
Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Keuntungan tumpang sari yaitu:
1)      Mencegah dan mengurangi pengangguran musim
2)      Memperbaiki keseimbangan gizi masyarakat petani
3)      Adanya pengolahan tanah yang minimal
4)      Jika tanaman tumpang sari berhasil semua, masih dapat diperoleh nilai tambah
5)      Mengurangi erosi dan jika salah satu tanaman gagal panen, dapat diperoleh tanaman yang satu lagi.
Tidak semua tanaman yang dapat ditumpang sarikan. Ada beberapa syarat yang dipilih dalam menentukan tanaman yang akan ditumpang sarikan. Syarat – syarat Tumpang Sari tersebut antara lain:
1)      Famil harus sama agar pola pertumbuhan dan bahan makanan yang diperlukan sama dan tidak saling menghambat pertumbuhan
2)      Bagian tanaman yang dipanen setidaknya harus sama agar hama yang akan menyerang tidak focus pada satu jenis tanaman saja
3)      Syarat tumbuh tanaman harus diperhatikan agar tidak saling berebut kebutuhan nutrisi.
4)      Sistem perakaran harus berbeda, jika sistem perakaran sama maka tanaman tersebut akan memperebutkan unsure hara yang terkandung dalam tanah yang dapat mengakibatkan penghambatan tubuh tanaman.   
Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman sela pada pola tanam tumpangsari tanaman jagung adalah tanaman kedelai. Tanaman jagung dan kedelai memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai.
b.      Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), adalah teknik budidaya tanaman dengan menanam lebih dari satu tanaman pada satu musim, kemudian dilanjutkan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada musim berikutnya dengan lahan yang sama dalam waktu satu tahun. Tumpang gilir adalah tumpang sari yang dilakukan secara berurutan dan lebih dari satu periode tanam dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Faktor-faktor tersebut adalah :
1)      Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari
2)      Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan meningkatkan produktivitas lahan
3)      Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
4)      Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi
5)      Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi
6)      Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau
Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c.       Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),
Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda).
Pada umumnya tipe ini dikembangkan untuk mengintensifikasikan lahan. Dengan demikian kemampuan lahan untuk menghasilkan sesuatu produk pangan semakin tergali. Oleh karena itu pengelola dituntut untuk semakin jeli menentukan tanaman apa yang perlu disisipkan agar waktu dan nilai ekonomisnya dapat membantu dalam usaha meningkatkan pendapatan. Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d.      Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ),
Merupakan penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Tanaman campuran (mixed cropping) adalah teknik budidaya tanaman yang membudidayakan lebih dari satu tanaman pada satu lahan yang sama pada periode tanam yang sama tetapi jarak tanam dan barisan antar tanaman tidak diperhatikan. Tanaman campuran adalah tumpang sari yang tidak memperhatikan jarak tanam. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
e.       Tanaman bergiliran ( Sequential Planting)
Merupakan penanaman lebih dari satu jenis komoditas yang dilakukukan pada satu lahan pertanian dalam waktu yang tidak bersamaan (bergiliran). Komoditas lain baru ditanam setelah satu komoditas dipanen. Jadi, dalam satu periode tanam hanya menanam satu jenis komoditas. 
Perbedaan Tumpang Sari dan Monokultur
Tumpang sari
Monokultur
-       Akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari),
-       Populasi tanaman (berbeda) dapat di atur sesuai yang dikehendaki
-       Dalam satu areal diproduksi lebih dari satu komonitas
-       Tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal
-       Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.
-       Tidak terjadi peningkatan efisiensi


-       Tidak dapat mengatur populasi, karena hanya terdapat satu jenis

-       Hanya memproduksi satu komoditas


-       Tidak ada peluang bila satu jenis tanaman yang diusahakan gagal
-       Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.



DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Arif Mieftah. 2013. Macam-macam Pola Polikultur. http://www.anakagronomy.com/ 2013/01/macam-macam-pola-polikultur.html. 
Hidayat, Arif Mieftah. 2013. Pola Tanam Monokultur. http://www.anakagronomy.com/2013 /01/pola-tanam-monokultur.html.
Hidayat, Arif Mieftah. 2013. Pola Tanam Polikultur. http://www.anakagronomy.com/2013/01 /pola-tanam-polikultur.html.
Setyawati W, dan A.A Asandhi. 2003. Pengaruh sistem pertanaman monokultur dan tumpangsari sayuran crucifera dan solanaceae terhadap hasil da struktur dan fungsi komunitas artropoda. Jurnal Hortikultura 13: 41-57. 
Syaiful A.S., A.Yassi, N. Rezkiani. 2011. Respon tumpangsari tanaman jagung dan kacang hijau terhadap sistem olah tanah dan pemberian pupuk organik. Jurnal Agronomika 1: 13-18. 
Thahir, 1999. Tumpang Gilir. PCU Yasaguna, Jakarta.
Vitriyatul, Vita. Laporan Pola Tanam. http://blog.ub.ac.id/fitafitriya/2012/06/26/laporan-pola-tanam/.